วันพุธที่ 3 พฤศจิกายน พ.ศ. 2553

Shalahuddin Al Ayubi Sang Penakluk

alt
Sholahuddin Abul Muzhoffar Yusuf bin Amir Najmuddin Ayyub bin Syadzi bin Marwan bin Yakub ad Duwumi atau yang dikenal dengan Shalahuddin Al Ayyubi adalah tokoh dan insan pejuang yang menerangi kegelapan. Ketenaran namanya selalu menjadi buah bibir, baik dari kalangan kawan, sahabat atau pun musuhnya. Malam hari dia gunakan untuk selalu mendekat dan beribadah kepada Rabb-Nya. Air mata selalu membasahi pipinya. Kelopak matanya semakin cekung karena kurnag tidur, ia tumpahkan segala apa yang dirasakannya bersujud tak henti-henti memohon kepada sang khalik apa yang diinginkannya. Siang harinya ia gunakan untuk berjihad di jalan Allah, bagaikan singa lapar yang siap menerkam mangsanya. Keseharian siang ia gunakan pula waktunya untuk menolong sesama, membantu mereka dengan kedermawanannya. Dari hartanya yang tidak pernah ia sisakan sesampai di rumahnya habis ia bagikan.

Kejayaan dan keheroikannya merampas kembali Baitul Maqdis dari tentara salib terpahat dalam sejarah sebagai lambang pendudukan musuh yang kejam, sikap patriotik dan kepahlawanannya bergabung menjadi satu, dengan sifat kemanusiaan. Rasa tanggung jawab terhadap agamanya, Islam, ia baktikan dan buktikan dalam menghadapi serangan tentara salib ke Palestina, sebagai tanah suci umat Islam ke 2 setelah Masjidil Haram.

Shalahuddin Al Ayyubi juga adalah pahlawan dari seratus pertempuran sejak tahun 1137-1193 M. Nama beliau telah terpatri di hati sanubari pejuang muslim yang memiliki jiwa ksatria. Yang berhasil memporak-porandakan tentara salib pilihan, gabungan dari berbagai negeri di Eropa Pimpinan Richard Lion Heart. Inspirasi, pemikiran dan perjuangannya menjadi keteladanan untuk membina dan mewujudkan jati diri dalam memperoleh kemenangan.

Shalahuddin Al Ayyubi tokoh pejuang yang berjuang tidak dengan nama etnis, tetapi ia berjuang atas dasar aqidah Islam. Berjuang atas nama etnis atau suku tidak akan membuahkan hasil. Sedangkan berjuang atas dasar aqidah Islam pasti kejayaan akan di raih.

Kelahiran dan kebangkitannya
Shalahuddin dilahirkan dalam sebuah keluarga Kurdish di Tikrit pada tahun 532 H/1337 M. Dia telah menghabiskan waktunya 10 tahun untuk menimba ilmu Islam di Damsyik. Ayahnya bernama Najmuddin Ayyub. Ia adalah gubernur wilayah Baalbeek. Selain belajar Islam Shalahuddin pun mendapatkan pelajaran kemiliteran dari pamannya Assadin Shirkuh seorang panglima perang Turki Saljuk.

Pada tahun 549 H/1154 M, panglima Assaddin Shirkuh memimpin tentaranya merebut dan menguasai Damsyik. Shalahuddin yang saat itu baru berusia 16 tahun ikut serta dalam berjuang. Pada usia 25 tahun ia berhasil menaklukkan Daulah Fathimiyyah yang dipimpin oleh Adhid Udinillah, yang akhirnya menjadi Khalifah terakhir Syi’ah, yang kemudian berganti menjadi kekuasaan orang-orang Sunni.

Kepribadian dan Akhlaknya
Shalahuddin Al Ayyubi adalah panglima besar yang memiliki jiwa patriotik. Keberaniannya terhadap musuh tiada tara. Tak ada rasa gentar dan takut sedikitpun. Kewara’annya terhadap hal-hal yang subhat sangat beliau jaga. Zuhudnya terhadap dunia sangat ia tekankan. Walaupun ia seorang gubernur pejabat pemerintahan, ia tidak silau oleh harta dunia, apalagi untuk mengejar dunia. Sifat pemurah dan pemaafnya telah diakui oleh kawan maupun lawan.
Seorang sejarawan mengatakan,”Hari kematiannya merupakan kehilangan besar bagi agama Islam dan kaum Muslimin. Karena mereka tidak pernah menderita. Semenjak kehilangan khalifah yang pertama, istana, kerajaan dunia diliputi oleh wajah-wajah yang tertunduk. Seluruh kota terbenam dalam duka cita yang dalam”.

Hidupnya selalu ia habiskan untuk bekerja keras, siang dan malam untuk Islam. Hidupnya sangat sederhana. Minumnya hanya air kosong (putih) tanpa teh atau kopi. Makanannya pun sederhana. Pakaiannya dari jenis yang kasar.Beliau senantiasa menjaga waktu-waktu sholatnya dan mengerjakan secara berjamaah. Beliau suka mendengarkan bacaan Al Qur’an, hadits dan ilmu pengetahuan. Tak ada rasa dendam dalam hati kepada seorang musuh, bahkan ia lebih cenderung untuk memperlakukan musuh dengan sabar.

Diceritakan bahwa pada suatu hari raja Richard dalam kondisi sakit, mendengar kabar itu secara sembunyi-sembunyi Shalahuddin mendatangi kemah raja Richard. Setelah sampai di kemah bukannya dia membunuh raja Richard, sebaliknya ia mengobati sakit sang raja dengan ilmu ketabibannya. Hingga akhirnya raja tersebut sembuh. Sang raja pun terkesan dengan akhlaq dan perilaku Shalahuddin dan ia pun menawarkan gencatan senjata dan menarik pasukannya mundur ke Eropa.

Membangkitkan semangat kaum muslimin
Shalahuddin sedih ketika kondisi umat Islam melemah, tanpa ada gairah. Di sana sini terjadi pertikaian. Sehingga kekhalifahan Islam pun terpecah menjadi dua bagian. Yaitu, Dinasti Fathimiyah yang ada di Kairo (bermazhab Syi’ah) dan Dinasti Saljuk yang berpusat di Turki (bermazhab Sunni). Kondisi inilah yang membuat Shalahuddin menjadi sangat prihatin. Menurutnya Islam harus bersatu untuk melawan Eropa, dan juga harus bahu membahu. Pada akhirnya melalui kerja keras dan lobi Shalahuddin berhasil mendamaikan dan mempersatukan kedua Dinasti yang terpecah itu, menjadi satu kesatuan yang damai. Tapi, di sisi lain adanya sebagian umat Islam yang banyak cenderung mementingkan keduniawian, sehingga menyebabkan mereka menjadi loyo dan tak bersemangat dalam berjihad. Maka untuk mengembalikan semangat pasukan kaum muslimin pulih kembali diadakanlah satu festival, yaitu perayaan Maulid Nabi, yang didalamnya diceritakan kembali dan dibacakan sejarah nabi, atsar para sahabat dan cerita-cerita lainnya yang berkaitan dengan jihad, tujuannya untuk membangkitkan semangat perjuangan.

Festival pun berlangsung selama dua bulan berturut-turut. Hasilnya sangat luar biasa, semangat berjihad kembali muncul, kesadaran berinfaq pun tumbuh. Ini ditandai dengan banyaknya para pemuda-pemuda yang mendaftar untuk membebaskan Palestina dan mereka pun siap untuk mengikuti latihan kemiliteran.

Dan Shalahuddin pun berhasil mengobarkan semangat berjihad dan mengumpulkan para pemuda dari negeri Islam. Pasukan ini pun akhirnya berhasil mengalahkan pasukan salib di Hittin pada 4 Juli 1187 M.

Sang Penakluk Baitul Maqdis
Setelah kejatuhan Baitul Maqdis oleh tentara salib yang dipimpin oleh anak-anak raja Godfrey dari Porraine Perancis, Bohemund dari Normandy dan Raymond dari Toulouse dengan kekuatan tentara berjumlah 150.000 tentara. Terjadinya pembantaian besar-besaran selama 8 hari terhadap kaum muslimin dan orang-orang yahudi yang tidak mau bergabung dengan tentara salib. Jumlah korban terbantai mencapai 60.000 orang, terdiri dari anak-anak, orang tua dan semua orang yang tidak membantu tentara salib.

Ahli sejarah Kristen mengatakan,”Ketika rasa kasihan tidak boleh diperlihatkan kepada kaum muslimin, orang-orang yang kalah diseret-seret di tempat umum dan dibunuh. Semua kaum wanita yang menyusui, anak-anak gadis dan anak-anak laki dibantai dengan kejam. Tanah, padang bahkan seluruh jalan dipenuhi oleh mayat-mayat. Tak ada sejengkal tanah pun yang tak diisi dengan mayat-mayat.

Jatuhnya kota suci Baitul Maqdis ke tangan pasukan salib telah mengejutkan para pemimpin Islam. Mereka tidak menyangka kota suci yang telah dikuasainya selama hampir 500 tahun itu terlepas dari kaum muslimin. Akhirnya mereka tersadar untuk menghimpun kekuatan kembali, merebut tanah suci mereka. Maka setelah 90 tahun Baitul Maqdis dikuasai oleh pasukan salib. Tentara Shalahuddin bergerak memasuki daerah Hittin dan terjadilah pertempuran yang sengit antara pasukan Shalahuddin dengan pasukan Salib yang dipimpin Reynold Raja Guy yang akhirnya pasukan salib dapat dikalahkan dan Reynold dihukum mati karena terlibat dalam pembantaian. Sedangkan raja Guy dibebaskan.

Selama 90 hari perang Hittin akhirnya Baitul Maqdis dapat ditaklukan dan direbut kembali selama hampir 90 tahun berada dalam cengkeraman musuh. Tidak ada dendam untuk membalas pembantaian tahun 1099.

Sebagaimana dianjurkan Qur’an surat An Nahl ayat 127,”Bersabarlah (hai Muhammad) dan Tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan”.

Permusuhan dihentikan sesuai firman Allah QS. Al Baqoroh ayat 193 yang artinya,”Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim”.

Tak ada satu orang Kristen pun yang dibunuh, tidak ada juga perampasan, tebusan pun dibuat sangat rendah, bahkan mereka para tawanan dipelakukan dengan adil dan manusiawi. Dan ia pun membayarkan tebusan bagi tawanan yang tak dapat menebus dirinya dan membebaskannya. Ini gambaran sosok pemimpin yang berada di jalan Aqidah Islam yang berhati lembut lagi pemaaf.

Pada hari Jumat 27 Rajab 583 H Shalahuddin Al Ayyubi bersama dengan kaum muslimin memasuki Baitul Maqdis mereka meneriakan kalimat “Allahu Akbar”. Rasa syukur yang dalam atas kegembiraan yang didapat. Para ulama, Muhsinin datang mengucapkan salam penghormatan atas perjuangan yang telah berhasil. Apalagi tanggal itu bertepatan pada hari Jumat. Kaum muslimin tidak sempat melaksanakan sholat Jumat dikarenakan sempitnya waktu, karena mereka harus membersihkan masjid suci itu dari sisa-sisa babi, kayu-kayu salib gambar-gambar Rahib, patung-patung. Barulah pada Jumat berikutnya mereka melaksanakan sholat Jumat.

Dikuasainya kembali Yerussalem ke tangan kaum muslimin telah membuat Eropa menjadi marah dan berusaha kembali untuk melakukan peperangan. Merebut kembali kota suci tersebut. Pada akhirnya setiap serangan mereka dapat dipatahkan oleh pasukan Shalahuddin.

Kematian dan penghormatan kepadanya
Sebab-sebab kemenangannya adalah kepemimpinan yang mempersembahkan hidupnya untuk berjihad. Keyakinan Islam telah ada dalam jiwanya. Perasaannya menyala-nyala. Seorang yang amat toleran, merendah diri, sederhana pakaiannya, membelanjakan setiap dinar yang ada padanya untuk berjihad.

Selama berjihad ia membawa sebuah kotak yang selalu tertutup, yang amat dijaganya. Orang lain menyangka itu adalah emas permata atau sesuatu yang sangat berharga. Ternyata, itu adalah sebuah wasiat dan sehelai kain kafan yang dibeli dari usahanya sendiri. Ketika surat wasiat itu dibuka, tertulis tulisan yang dibuat olehnya,”Kafankanlah aku dengan kain kafan ini, yang pernah dibasahi dengan air zam-zam yang pernah mengunjungi ka’bah mulia dalam kubur Rasulullah SAW.

Seluruh kaum muslimin yang menyaksikan kewafatannya meneteskan air mata. Apabila sultan yang mengepalai Negara yang sangat luas dari Asia sampai Afrika hanya meninggalkan warisan 1 dinar dan 36 dirham. Tidak meninggalkan emas, tidak punya tanah atau ladang, villa, tempat peristirahatan. Padahal berpuluh-puluh tahun memegang jabatan panglima perdana menteri.

Kain yang dibuat kafannya betul-betul warisan beliau yang jelas-jelas halal dan sangat sederhana. Ia meninggal pada 7 Safar 589 H di usia 56 tahun. Dikuburkan di sebuah makam yang terletak di luar masjid Ummayah di Damsyik Syiria. Ia dikuburkan bersama pedangnya sebagai saksi kepahlawanannya.

ไม่มีความคิดเห็น:

แสดงความคิดเห็น